Keamanan, transparansi, serta akuntabilitas merupakan aspek yang harus dimiliki oleh sektor keuangan agar dapat mendukung efisiensi bagi setiap pihak yang terlibat. Umumnya, setiap kegiatan transaksi pastinya melibatkan perantara untuk menghimpun, mencatat, hingga menyalurkan dana bagi pihak-pihak tertentu. Namun, tak jarang pula keberadaan perantara (intermediary) berupa lembaga ini sering kali menimbulkan berbagai risiko sistematis yang akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat. Serangan siber adalah risiko paling rentan untuk terjadi di era sekarang dan dapat memicu penurunan kepercayaan masyarakat. Pada kasus ini, mitigasi diperlukan untuk memecahkan berbagai permasalahan di masa depan dan dibutuhkan instrumen alternatif agar efisiensi dapat tercipta di sektor keuangan, khususnya pada keuangan syariah.
Sebuah Ikhtiar Baru: Blockchain
Blockchain pada dasarnya adalah sistem penyimpanan transaksi secara digital yang mencatat semua transaksi secara permanen dan peer-to-peer (langsung dari pengguna ke pengguna) yang disimpan di dalam sebuah buku besar yang terdesentralisasi dan terdistribusi (distributed ledger) alih-alih tersimpan secara terpusat yang dikelola oleh pihak ketiga. Selain itu, transaksi tersebut tersebar ke semua pengguna yang terhubung dalam jaringan tersebut. Untuk dapat memahami blockchain, ada tiga karakteristik utama yang harus dipahami terlebih dahulu mengenai hakikat teknologi ini: Desentralisasi, transparansi, dan kekal. Desentralisasi memiliki makna bahwa informasi tidak disimpan oleh satu entitas tunggal secara terpusat dan semua orang di jaringan memiliki informasi. Dalam jaringan blockchain, transaksi bisa dilakukan tanpa menggunakan pihak ketiga. Adapun transparansi memiliki arti bahwa protokol blockchain memungkinkan bagi seluruh pengguna untuk mengetahui transaksi apa saja yang terjadi, besaran transaksi, perpindahan dana, dan data lainnya yang terekam di blockchain. Terakhir, kekal memiliki makna bahwa setiap data yang dimasukkan dalam blockchain tidak dapat dimanipulasi dan diretas bahkan oleh peretas yang mau mencoba untuk menyerang penyimpanan data karena setiap perubahan data akan mengubah rantai blok penyimpanan secara kekal. Hal inilah yang membuat keamanan data transaksi menjadi terjamin.
Blockchain Syariah
Blockchain dapat diibaratkan layaknya internet yang bertindak sebagai alat. Halal atau haramnya alat ditentukan oleh aktivitas di dalamnya. Selain itu, blockchain merupakan sebuah database, tetapi bersifat decentralized (tersebar).
Dalam kasus ini, jenis blockchainnya adalah bersifat private, yakni hanya beberapa pihak tertentu yang berpartisipasi dalam mencatat, memvalidasi, serta mengirim masing-masing data. Aktivitas pada jaringan blockchain dari hulu ke hilir inilah yang harus dipastikan kegiatannya sesuai dengan prinsip syariah (sharia-compliant Blockchain).
Kegiatan dalam mencatat, memvalidasi, serta mengirim data tidak hanya berlaku untuk kegiatan transaksi seperti yang dimiliki oleh cryptocurrency yang orang umum ketahui. Data-data yang dapat didistribusikan dalam protokol ini dapat mencakup mata uang digital murni, mata uang digital backed fiat, aset digital murni, aset digital berbasis aset nyata, smart-contract digital, catatan digital murni, dan catatan digital berbasis kertas.
Blockchain untuk Halal Supply Chain
Tidak hanya itu, permasalahan yang saat ini kerap dihadapi oleh industri halal berupa pelacakan lokasi produk dari hulu ke hilir, transportasi dan penyimpanan; perbedaan sistem halal dan perbedaan interpretasi halal pada produk; dan minimnya integrasi dengan sistem teknologi informasi yang ada, setidaknya dapat diselesaikan oleh teknologi blockchain yang juga sebagai sarana penguatan rantai pasok industri halal.
Blockchain untuk Industri Keuangan Non Bank Syariah
Takaful: Tantangan terbesar yang dihadapi industri asuransi syariah adalah efisiensi. Adanya teknologi berbasis blockchain ini dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, serta keamanan bagi pembayar premi karena setiap aktivitas transaksi dapat dilacak secara real-time oleh manajer hingga data transaksi tidak dapat diubah oleh siapapun;
Sukuk: Penerapan teknologi blockchain pada sukuk akan menjadi strategi yang tepat. Inovasi ini diperkirakan dapat menurunkan biaya penerbitan sukuk hingga 50-70%.
Crowdfunding Syariah: Permasalahan pada sistem urun dana seperti akad transaksi yang berlapis-lapis dapat dijawab oleh teknologi blockchain berkat karakteristiknya yang transparan, immutable (kekal), dan traceable (transparan).
Regulasi Blockchain dan Cryptocurrency di Indonesia
Teknologi blockchain dan cryptocurrency merupakan dua pembahasan yang tidak bisa dipisahkan. Maka, pembahasan terkait regulasi blockchain erat kaitannya dengan aturan mengenai mata uang kripto. Aturan yang mengatur mata uang kripto salah satunya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pada aturan tersebut, blockchain nantinya akan diklasifikan sebagai bisnis yang dapat menjadi rujukan para founder startup web3 untuk beroperasi di Indonesia.
Urgensi dan Masa Depan Teknologi Blockchain untuk Umat
Saat ini, dunia teknologi informasi berada pada fase Web 2.0, yakni memungkinkan penggunanya untuk ‘membaca dan menulis’ sehingga terciptalah media sosial dan ekonomi kreator, seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan sebagainya. Dalam beberapa tahun ke depan, dunia akan memasuki era revolusi teknologi berbasis Web 3.0 di mana blockchain adalah fondasi teknologi tersebut. Web 3.0 memungkinkan penggunanya untuk “membaca, menulis, dan memiliki” yang artinya setiap orang bisa memiliki akses penuh terhadap data mereka sendiri.