Piramida terbawah badan usaha di Indonesia diisi oleh kalangan Usaha Ultra Mikro (UMi), merupakan usaha milik perorangan yang dijalankan untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari dan skala usahanya lebih kecil dari usaha mikro. Pada tahun 2019 tercatat bahwa proporsi usaha mikro (termasuk usaha ultra mikro) mencapai 98% dari UMKM di Indonesia, menyerap tenaga kerja hingga 89%, dan menyumbang 37,35% PDB Indonesia.
Peran usaha ultra mikro yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia tidak menjadikan usaha jenis ini tanpa tantangan. Di antara tantangan terbesar yang dihadapi usaha ultra mikro adalah permodalan. Permodalan dirasakan sangat sulit bagi usaha ultra mikro karena adanya beberapa faktor seperti keterbatasan literasi keuangan, akses informasi dan edukasi, serta keterbatasan kolateral. Konsekuensinya, pelaku usaha ultra mikro tidak segan untuk meminjam dari rentenir yang justru dapat mendatangkan masalah lain.
Untuk membantu permodalan usaha ultra mikro, pemerintah telah menerbitkan skema pembiayaan yang fokus menyasar kalangan usaha ultra mikro yang disebut dengan pembiayaan UMi sejak tahun 2017. Pembiayaan ini menggunakan konsep dana bergulir yang dikelola oleh BLU Pusat Investasi Pemerintah (PIP) di bawah Kementerian Keuangan. Penyaluran pembiayaan UMi dilakukan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) termasuk LKBB Syariah. Pembiayaan UMi ditujukan untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi usaha ultra mikro serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi oleh Pemerintah.
Setelah kurang lebih 5 tahun perjalanan UMi, maka perlu kiranya dilihat bagaimana dampak pembiayaan ini terhadap Usaha Ultra Mikro dalam rangka mengevaluasi serta menurunkan strategi dan kebijakan pembiayaan UMi yang lebih baik kedepannya. Maka dari itu, IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia) bekerjasama dengan peneliti dari Universitas Indonesia dan Universitas Airlangga melaksanakan rangkaian penelitian dampak pembiayaan UMi PIP terhadap Usaha Ultra Mikro di Indonesia.