Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan syariah khususnya terkait pembiayaan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia, Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (DPP IAEI) bersama Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) IAEI Nusa Tenggara Barat dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) menggelar Seminar Nasional Ekonomi Islam. Seminar ini diselenggarakan secara hybrid di Aula Gedung Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Rabu (23/2). Adapun tema yang diusung adalah “Pembiayaan Syariah Infrastruktur Indonesia yang Berkelanjutan”.
Gelaran seminar ini juga sekaligus sebagai momentum pelantikan DPW IAEI NTB periode 2022 – 2026. Pelantikan ini dilakukan oleh Astera Primanto Bhakti, M.Tax. selaku Sekretaris Jenderal IAEI. Adapun surat keputusan disampaikan oleh Wahyu Jatmiko, Ph.D. selaku Sekretaris Eksekutif IAEI. Melalui pelantikan ini, maka pengurus DPW IAEI NTB periode 2022 – 2026 telah resmi mengemban amanah dalam kepengurusan organisasi.
Dr. KH. Zaidi Abdad, MA. selaku Ketua DPW IAEI NTB dalam sambutannya menyerukan kepada pengurus IAEI untuk membangun kerjasama yang kuat terhadap OJK, Bank Indonesia, maupun lembaga-lembaga keuangan syariah. Kerjasama tersebut dimaksudkan agar terciptanya sinergi dalam membuat terobosan-terobosan yang bisa memberikan manfaat terutama dalam kaitannya dengan perubahan dan kebijakan-kebijakan perekonomian syariah. Beliau juga berharap bahwa nantinya dapat tercipta program nyata dalam pengembangan ekonomi syariah di NTB.
Astera Primanto Bhakti, M.Tax. menyampaikan bahwa salah satu instrumen yang memiliki peran dalam ekonomi syariah yang berkelanjutan adalah sukuk. Sukuk memainkan peran penting dengan melakukan perubahan yang dinamis seiring dengan isu terkini seperti perubahan iklim. Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan green sukuk, yakni pada Maret 2018. Adapun alokasinya ditujukan untuk sustainable transport, waste to energy, renewable energy, resilience to climate change, dan energy efficiency. Selain itu, terdapat produk blended finance, yakni CWLS (cash waqf linked sukuk) berupa wakaf yang bersifat cash yang dikaitkan dengan sukuk.
Untuk menjalankan pembangunan daerah yang sejalan dengan nilai-nilai syariah serta menyangkut sustainability, maka dapat dilakukan dengan mengurangi ketimpangan daerah. Hal ini dapat terwujud dengan adanya Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (UU HKPD) melalui reformasi fiskal daerah. Oleh karena itu, untuk melakukan pembangunan di NTB, perlu diperhatikan terkait pendapatan daerah maupun kebutuhan infrastruktur.
“PR untuk kita semua adalah bagaimana kita mengedukasi masyarakat. Kalau belum pas maka kita pas-in, kalau sudah pas maka kita perkuat dan juga kita lakukan perbandingan dan benchmarking, sehingga pemahaman kita semakin baik dan semakin kuat. Akhirnya kita bisa mendorong kemajuan ekonomi syariah di Indonesia betul-betul tepat dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, baik Indonesia maupun global,” ujar Astera Primanto Bhakti, M.Tax., selaku Sekretaris Jenderal IAEI.