Menjadi penggiat organisasi kepakaran dalam wadah Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), yang merupakan institusi para intelektual yang memiliki integritas, dan kebebasan berfikir yang konsen dalam ekonomi Islam. Tidak hanya pilihan-pilihan yang bersifat profan, akan tetapi juga didasarkan pada pertimbangan dan pilihan sakral sebagai bentuk aktualisasi dan bentuk pengabdian seorang muslim untuk beribadah kepada Allah Swt.
IAEI pada hakekatnya adalah amanah bagi para pegiat dan pakar ekonomi islam untuk membumikannya di masyarakat. Menjadi pengurus IAEI adalah salah satu bentuk jihad intelektual yang tidak kalah berat-nya dengan jihad dalam peperangan fisik. Statemen ini mungkin terdengar utopis, akan tetapi demi tegaknya konstruksi intelektual dan integritas ekonomi Islam, maka statemen itu harus menjadi falsafah dasar bagi pegiat dan pakar yang konsen di bidang ini agar tidak kehilangan visi dan jebakan rutinitas yang kontraproduktif.
Menjadi pengurus dan terjun ke organisasi kepakaran seperti IAEI dengan visi dan orientasi yang profan akan berdampak pada idealisme yang menjadi spirit dari dakwah ekonomi islam. Hal ini akan menjadikan organisasi menjadi institusi yang berwujud, tetapi substansinya terjebak pada rutinitas yang tidak produktif (wujuduhu ka 'adamihi).
Mengawali tahun 2025, inilah saatnya bagi para expert di organisasi IAEI kedepan mulai merekonstruksi variable-variabel yang menjadi spirit terhadap dakwah ekonomi islam yang berwibawa tinggi secara keilmuan, modern secara performa dan ber"value" secara benar sebagai perwujudan jihad intelektual. Secara filosofis, penggiat dan pakar ekonomi Islam membutuhkan kecerdasan dalam membangun keseimbangan antara manajemen langit dan manajemen bumi. Melalui organisasi IAEI, para pegiat dan pakar dapat mewakafkan pemikiran, komitmen dalam misi dakwah ekonomi islam untuk mencapai kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan ekonomi Islam itu sendiri.
- Tulisan ini disunting oleh Tim Redaksi IAEI