Dalam dua dekade terakhir, perkembangan ekonomi Islam di Indonesia menunjukkan dinamika yang progresif, baik secara regulasi, institusi keuangan syariah, maupun penguatan literasi masyarakat. Namun demikian, tantangan struktural dan paradigmatik masih menjadi pekerjaan rumah yang perlu disikapi secara strategis dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, peran Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) menjadi sangat krusial, khususnya sebagai simpul akademisi, regulator, dan praktisi dalam mengawal arah transformasi ekonomi Islam nasional.
IAEI, sebagai organisasi keilmuan dan profesi, telah memainkan peranan penting dalam merumuskan wacana, menyusun kerangka kebijakan, serta mendorong pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam ekonomi syariah. Akan tetapi, kompleksitas tantangan global, percepatan digitalisasi, serta kebutuhan akan model ekonomi yang inklusif dan berkeadilan sosial, menuntut IAEI untuk melakukan reorientasi strategis dalam peran dan kontribusinya.
Era baru IAEI harus ditandai dengan penguatan posisi sebagai knowledge hub ekonomi Islam di Indonesia. Hal ini meniscayakan pergeseran dari pendekatan normatif menjadi pendekatan transformatif yang berbasis riset empiris, kolaborasi lintas disiplin, serta keterlibatan aktif dalam penyusunan kebijakan publik. Transformasi ekonomi Islam tidak dapat lagi hanya bertumpu pada aspek perbankan dan keuangan syariah semata, tetapi harus meluas ke sektor-sektor produktif, seperti UMKM halal, zakat dan wakaf produktif, ekonomi digital berbasis syariah, serta integrasi prinsip maqashid syariah dalam tata kelola ekonomi nasional.
Dalam hal ini, IAEI perlu meneguhkan kembali posisi strategisnya melalui tiga pilar utama. Pertama, penguatan epistemologi dan metodologi ekonomi Islam yang kontekstual dan aplikatif; kedua, peningkatan kapasitas kader dan peneliti ekonomi Islam yang berstandar global; serta ketiga, advokasi kebijakan yang berbasis data dan kebutuhan masyarakat. Ketiga pilar tersebut harus dijalankan dalam kerangka kolaboratif antara perguruan tinggi, institusi keuangan syariah, regulator, dan sektor industri halal secara luas.
Lebih jauh, transformasi ekonomi Islam yang inklusif juga memerlukan strategi pengarusutamaan nilai-nilai keislaman dalam pembangunan nasional. Dalam hal ini, IAEI memiliki posisi unik untuk menjembatani antara idealisme akademik dan realitas kebijakan publik. Peran aktif IAEI dalam berbagai forum nasional maupun internasional juga harus dimanfaatkan untuk membangun jejaring strategis yang memperkuat daya saing ekonomi Islam Indonesia secara global.
Dengan demikian, reorientasi IAEI di era baru bukan semata perubahan struktural organisasi, melainkan suatu komitmen ideologis dan strategis untuk memastikan bahwa ekonomi Islam hadir sebagai alternatif nyata bagi pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan umat. Transformasi ekonomi Islam Indonesia hanya dapat dicapai jika didukung oleh ekosistem keilmuan dan kebijakan yang solid, dan di sinilah IAEI dituntut untuk mengambil peran sentral sebagai katalisator perubahan.