Drs Muhammad Jusuf Kalla, seorang pengusaha besar Sulawesi Selatan telah malang melintang di dunia usaha nasional. Lahir di Watampone, Bone pada 15 Mei 1942, dari pasangan pengusaha Haji Kalla dan Athirah, masa kecilnya dihabiskan di tanah kelahirannya. Ketika berusia 10 tahun, ia sekeluarga pindah ke Makassar, di mana kedua orangtuanya membeli sepetak ruko untuk tempat tinggal sekaligus tempat usaha dengan berdagang kain. Berasal dari keluarga saudagar, Jusuf Kalla yang berdarah Bugis ini sejak kecil telah akrab dan dengan lingkungan dunia usaha.
Usai mengantongi gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin, Jusuf Kalla ditunjuk mengelola NV Hadji Kalla Trading Company, perusahaan hasil bumi pada 1967. Pada 1969, ketika baru ditunjuk sebagai agen pemasaran mobil, Jusuf Kalla memenangkan tender pengadaan kendaraan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, dan saat itu menguasai lebih dari 50% pasar mobil di wilayah Indonesia Timur. Bidang usahanya terus melebar ke dunia kontraktor PT Bumi Karsa, dipercaya membangun beberapa bandara di Indonesia Timur, hingga beberapa proyek Bandara Soekarno-Hatta. Bidang produksi pakan ternak dan udang PT Bukaka Agro tahun 1976, PT Bukaka Meat mengelola industri daging dan ikan beku.
Tahun 1978 bisnisnya mulai merambah keluar Sulawesi mendirikan PT Bukaka Teknik Utama di Jawa Barat, Tahun 1990-an mendirikan PT Bumi Sarana Utama agen aspal curah, PT Baruga Asrinusa Development di bidang perumahan, dan PT Kalla Inti Karsa. Di bidang transportasi mendirikan Cahaya Bone, PT Bukaka Lintastama dan PT Kalla Lines. Tahun 1995 kelompok usaha Kalla Group menjadi konglomerasi usaha di kawasan timur Indonesia, meliputi bidang usaha jasa transportasi, telekomunikasi, perikanan, property, perkebunan, perikanan, otomotif, dan lainnya.
Pemikiran Jusuf Kalla mencerminkan pendekatan pragmatis dan berorientasi pada hasil. Pertama, pembangunan Infrastruktur yang merupakan motor penggerak ekonomi, infrastruktur yang baik dapat meningkatkan konektivitas dan efisiensi ekonomi. Kedua, pengembangan kewirausahaan merupakan salah satu cara mengurangi kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja. Ketiga, perkembangan ekonomi dan sosial harus berjalan seimbang dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Keempat, stabilitas politik dan ekonomi adalah kunci untuk pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan. Kelima, sumber daya alam harus dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan untuk memastikan manfaat jangka panjang bagi negara dan masyarakat melalui investasi teknologi dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas. Keenam, kolaborasi kemitraan Publik-Swasta sebagai cara mengoptimalkan sumber daya dan keahlian dari kedua sektor dalam proyek-proyek pembangunan dan investasi.
Jusuf Kalla juga dikenal sebagai tokoh yang piawai menyelesaikan konflik di Indonesia. Perannya dalam menyelesaikan konflik tidak saja konflik di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Di dalam negeri Jusuf Kalla berperan penting dalam menyelesaikan konflik di Poso, Ambon, Aceh, hingga Papua. Pada 2009 usai mengakhiri jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, ia menjadi mediator perdamaian di Thailand, Afghanistan, dan Myanmar.
Upaya dan keberhasilannya mendamaikan konflik mengantarkan dirinya dinobatkan sebagai Bapak Perdamaian oleh organisasi dan lembaga pendidikan, baik dari dalam maupun luar negeri. Gelar Bapak Perdamaian Indonesia dari Universitas Islam Malang (2015), sebagai bapak inspirasi perdamaian dunia bagi pemuda Indonesia dari Indonesia Youth Forum (2019), dan beberapa penghargaan dari Universitas di luar negeri seperti Thailand dan Jepang.
Jusuf Kalla juga dikenal sebagai tokoh yang piawai menyelesaikan konflik di Indonesia dan mendapat beberapa anugerah gelar kehormatan Doktor Honoris Causa (HC) bidang perdamaian dari Soka University Jepang (2009), Universitas Syah Kuala (2011) dan Universiti Malaya (2007), bidang pendidikan kewirausahaan dari Universitas Pendidikan Indonesia (2011), bidang ekonomi politik dari Universitas Hasanuddin (2011), bidang pemikiran ekonomi dan bisnis dari Universitas Brawijaya (2011), bidang kepemimpinan dari Universitas Indonesia (2013) dan anugerah penghargaan Hamengku Buwono IX dari Universitas Gadjah Mada (2019).
Dari pemerintah RI Jusuf Kalla memperoleh anugerah penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana, dan Bintang Mahaputra Adipura (2004). Jusuf Kalla juga meraih penghargaan tertinggi bintang jasa utama The Grand Cordon of the Order of the Rising Sun dari Pemerintah Jepang, karena telah berkontribusi besar untuk memperkuat hubungan bilateral dan mempromosikan persahabatan antara Indonesia dan Jepang.
Jusuf Kalla juga aktif di bidang sosial antara lain sebagai Ketua Umum Palang Merah Indonesia (2009-2014), Ketua Umum Pengurus Pusat Dewan Masjid Indonesia (2012-2017) dan saat ini sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI).