Sejumlah negara Asia menunjukkan keseriusan dalam pengembangan ekonomi halal sebagai motor pertumbuhan baru pasca-pandemi. Thailand, Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam melaju dengan strategi masing-masing, sementara Indonesia masih belum beranjak dari posisi sebagai konsumen terbesar.
Thailand menargetkan pendapatan hingga Rp2,4 triliun per tahun dari sektor halal dengan roadmap yang solid menuju ASEAN Halal Hub 2027. Pemerintah setempat mendorong sertifikasi “Muslim-Friendly Hotel” agar pelaku industri non-Muslim dapat berperan aktif, serta menggarap lima subsektor strategis: makanan, kosmetik, farmasi, modest fashion, dan pariwisata halal.
Di sisi Timur Asia, Korea Selatan dan Jepang mengadaptasi produk lokal ke versi halal, seperti wagyu halal, ramen, kosmetik halal, dan modest fashion. Kedua negara juga mulai mengekspor produk halal ke pasar global, meski mayoritas penduduknya bukan Muslim. Upaya ini dikawal melalui riset tren, promosi lintas budaya, dan penyediaan fasilitas ibadah di lokasi wisata.
Vietnam turut memperkuat langkahnya dengan membangun ekosistem sertifikasi halal regional bersama Indonesia dan Malaysia. Fokus ekspor mereka mencakup produk agrikultur, makanan laut, serta susu olahan. Perusahaan seperti Vinamilk telah menembus pasar Timur Tengah, menunjukkan kemampuan adaptif industri halal Vietnam.
Sementara itu, Indonesia masih tertinggal dalam kapasitas produksi dan ekspor halal. Data dalam State of the Global Islamic Economy Report (SGIE) 2024/2025 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ke-3 dunia dalam indikator ekonomi Islam global. Secara spesifik, Indonesia menduduki posisi pertama di modest fashion dan kedua di kosmetik halal serta pariwisata ramah Muslim. Namun, dalam sektor makanan halal, Indonesia turun ke posisi ke-4 dan masih berada di peringkat ke-6 dalam keuangan syariah.
Dari sisi investasi halal, Indonesia justru mencatat rekor tertinggi dengan 40 transaksi senilai USD 1,6 miliar pada 2023. Capaian ini menunjukkan bahwa investor melihat potensi besar Indonesia di sektor halal, namun belum diimbangi dengan akselerasi industri riil dan harmonisasi regulasi ekspor.
Ekonomi halal dipandang bukan sekadar tren, tapi masa depan ekonomi global yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis nilai-nilai etis. IAEI mendorong kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat agar Indonesia dapat bertransformasi dari konsumen menjadi produsen utama halal dunia.
Ekonomi halal dipandang bukan sekadar tren, tapi masa depan ekonomi global yang inklusif, berkelanjutan, dan berbasis nilai-nilai etis. IAEI mendorong kolaborasi antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat agar Indonesia dapat bertransformasi dari konsumen menjadi produsen utama halal dunia.