Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) menggelar program diskusi IAEI Corner bertajuk “Every Bites Counts: Eat for a Healthier Planet”. Acara dilaksanakan pada Jumat, 28 Februari 2025 yang menghadirkan narasumber Vita Arumsari, selaku Sekretaris IAEI United KIngdom, yang membahas secara mendalam konsep Sustainability Development Goals (SDGs).
Dalam upaya meningkatkan kesadaran akan konsumsi berkelanjutan, IAEI mengajak masyarakat untuk memahami bagaimana pola konsumsi makanan dapat berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan dan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Acara ini menyoroti relevansi antara konsumsi bertanggung jawab dengan SDG 2 (Zero Hunger) dan SDG 12 (Responsible Consumption and Production), sekaligus mengajak individu untuk mengambil peran aktif dalam menjaga keseimbangan ekologi.
“Tantangan utama dalam kontribusi terhadap SDGs adalah persepsi bahwa hanya mereka dengan sumber daya besar yang dapat berperan aktif. Padahal, setiap individu, tanpa memandang latar belakang ekonomi, dapat mengambil langkah-langkah sederhana seperti mengurangi konsumsi plastik, memilih produk lokal berkelanjutan, dan menghindari limbah makanan. Islam sendiri mengajarkan prinsip keberlanjutan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 41, bahwa manusia bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi di bumi”, jelas Vita Arumsari.
Banyak yang mengira SDGs hanya untuk pemimpin, padahal kontribusi bisa dimulai dari langkah kecil, seperti pola konsumsi makanan. Ini relevan dengan Ramadan, di mana kita bisa lebih bijak dalam sahur dan berbuka. Meski sederhana, keputusan konsumsi kita berdampak besar pada aksi iklim.
Konsumsi makanan tidak hanya berkaitan dengan aspek halal, tetapi juga dengan dampak lingkungan. Sektor agrikultur dan energi merupakan kontributor utama emisi karbon global, terutama dari impor bahan pangan yang meningkatkan jejak karbon. Dengan memilih produk lokal, masyarakat tidak hanya mendukung petani dan produsen lokal, tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Selain itu, banyak produk industri pertanian dan peternakan modern mengandung antibiotik dan hormon yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Oleh karena itu, mengutamakan makanan lokal, segar, dan sesuai musim merupakan solusi untuk menjaga keseimbangan ekologi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di era digital, banyak orang terjebak dalam pola konsumsi instan tanpa menyadari dampaknya terhadap lingkungan. Perusahaan besar sering kali memonetisasi perhatian publik, sementara keberlanjutan sejati memerlukan kesadaran kolektif. Masyarakat perlu lebih aktif dalam memilih produk yang ramah lingkungan, mengurangi ketergantungan pada konsumsi berlebihan, dan memahami bagaimana kebiasaan mereka memengaruhi keseimbangan ekosistem global.
Acara ini mendorong perubahan pola pikir bahwa keberlanjutan bukan hanya tentang teknologi hijau atau kebijakan pemerintah, tetapi juga tentang kesadaran individu dalam mengambil keputusan sehari-hari. Islam menekankan keseimbangan antara manusia dan lingkungan, serta mengajarkan bahwa tanggung jawab menjaga bumi ada di tangan setiap individu. Dengan memahami dampak konsumsi dan mengambil langkah nyata, kita bisa berkontribusi pada upaya mitigasi perubahan iklim dan menciptakan sistem pangan yang lebih adil serta berkelanjutan. Jangan hanya menunggu perubahan, mulailah dari diri sendiri.