Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) bekerjasama dengan Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, sukses menyelenggarakan Sarasehan Ekonom Islam Indonesia dengan tema “Refleksi Peran IAEI Dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”, pada Kamis 15 Mei 2025 di Puri Agung, Grand Sahid Jaya, Jakarta. Kegiatan ini dalam rangka Refleksi Dua Dasawarsa Berdirinya IAEI dan rangkaian agenda Muktamar V IAEI.
Selama 3 dekade perkembangan ekonomi Islam dan 2 dekade kiprah IAEI, kontribusinya terhadap ekonomi nasional terlihat dalam penguatan kebijakan, pendidikan, dan inovasi keuangan syariah. IAEI menjadi jembatan antara akademisi, regulator, dan industri dalam mendorong sistem ekonomi yang adil dan inklusif. Oleh karena itu, forum ini menjadi momentum penting untuk mendorong inovasi berbasis nilai-nilai Islam yang mampu memberikan solusi nyata terhadap persoalan sosial-ekonomi dan meningkatkan daya saing ekonomi syariah di tingkat global.
Turut hadir dalam acara ini Menteri Keuangan Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum IAEI, Sri Mulyani Indrawati, Ph.D. Dalam opening speech-nya menegaskan bahwa ekonomi syariah bukan hanya sekadar urusan halal dan haram, melainkan mencakup prinsip yang lebih luas dan mendalam.
“Konsep rahmatan lil alamin menjadi dasar dalam menghadirkan manfaat nyata bagi masyarakat, dengan mendorong terciptanya tata kelola ekonomi yang baik melalui nilai-nilai seperti amanah, integritas, dan shidiq,” tegasnya.
Sri Mulyani juga menyoroti pentingnya sinergi antara tiga pilar utama ekonomi Islam, yaitu praktisi, akademisi, dan birokrasi. Kolaborasi ketiganya diyakini dapat membangun sistem ekonomi yang tidak hanya selaras dengan nilai-nilai Islam, tetapi juga mampu menciptakan keadilan yang realistis dan aplikatif.
“Dalam hal ini, IAEI memiliki peran strategis sebagai wadah untuk mengembangkan ekonomi Islam, tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga dalam merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pemerintah,” tambahnya.
Acara dilanjutkan dengan sesi panel bersama Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dan Founder Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Mustafa Edwin Nasution, yang dipandu oleh ekonom senior sekaligus Dewan Penasehat IAEI, Aviliani.
Menko Perekonomian menekankan bahwa Indonesia telah memiliki kekuatan besar dalam sektor produk halal, khususnya makanan dan minuman, yang kini telah menembus pasar global berkat sertifikasi halal. Namun, sektor lain seperti farmasi dan pariwisata halal masih perlu ditingkatkan agar kontribusinya terhadap perekonomian nasional semakin besar.
Gubernur Bank Indonesia juga menyampaikan tiga kunci utama dalam membangun ekonomi dan keuangan syariah nasional. Pertama, dengan memperkuat pengembangan halal value chain; kedua, mengembangkan fiqh muamalah melalui instrumen-instrumen keuangan sosial seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF); serta ketiga, memperluas dakwah dan literasi mengenai ekonomi syariah ke berbagai lapisan masyarakat.
Dari sisi otoritas keuangan, Ketua Dewan Komisioner OJK menyoroti meningkatnya tingkat literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia tidak dibarengi dengan akses terhadap layanan dan produk keuangan syariah yang masih terbatas. Mahendra menekankan pentingnya mendorong spin off dari unit usaha syariah, peningkatan inovasi produk keuangan, serta penguatan kelembagaan syariah.
Sebagai penutup, Founder IAEI kembali menggarisbawahi visi utama IAEI sebagai organisasi keilmuan. Menurutnya, pengembangan ekonomi Islam perlu terus didorong melalui peran aktif akademisi dan penyusunan kebijakan alternatif yang dapat mendukung dan melengkapi regulasi yang ada. Hal ini sejalan dengan semangat IAEI dalam menjadikan ekonomi Islam sebagai pilar penting pembangunan nasional.