Jakarta sebagai ibu kota terus menjadi perhatian utama nasional berkat kualitas udara yang dari waktu ke waktu stabil pada status tidak sehat berdasarkan data dari IQAir dan dinobatkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia. Terlebih lagi, polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan emisi metana juga menjadi kontributor utama dari perubahan iklim. Kedua permasalahan ini sangat berkaitan dan harus segera ditangani. Mengutip dari data Menteri Lingkungan HIdup & Kehutanan, emisi yang dihasilkan sebagian besar berasal dari sektor transportasi, yakni berkontribusi sebesar 44% terhadap kualitas udara di Jakarta dan 96,36% penyumbang penghasil emisi karbon monoksida (CO). Selain itu, tak sedikit pula yang menuding PLTU batu bara sebagai sumber utama polusi udara di Jakarta walau tak sedominan kendaraan bermotor, kemarau panjang, konsentrasi polutan, dan manufaktur industri sebagai penyebab lainnya.
Fenomena ini dapat dipahami melalui teori mikroekonomi sebagai bentuk kegagalan pasar: eksternalitas negatif, yakni adanya beban kerugian sosial dan tidak terhitung oleh produsen akibat peningkatan produksi. Peningkatan produksi sepeda motor & emisi PLTU membawa kerugian sekitar US$2,1 miliar & 8.100 kematian di Jakarta selama 2023. Bagaimanapun juga, transisi energi adalah solusinya. Lalu, bagaimana keuangan syariah berperan terhadap permasalahan ini?
Pemerintah RI telah beberapa kali melakukan pembiayaan terhadap proyek hijau untuk mendukung transisi hijau, seperti energi terbarukan, efisiensi energi, transportasi berkelanjutan, pengelolaan limbah, dan ketahanan iklim. Sejak tahun 2018, Indonesia telah menerbitkan total USD 6,9 miliar green sukuk yang menjadikan Indonesia sebagai penerbit sukuk hijau terbesar dan pemimpin pasar sukuk di dunia.
Top 3 pembiayaan mega proyek melalui green sukuk terbesar:
- Transportasi Berkelanjutan
Pembangunan infrastruktur dan fasilitas transportasi akan berkontribusi secara signifikan terhadap penurunan efek rumah kaca seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat; - Ketahanan Iklim
meningkatkan kapasitas layanan debit bangunan dan infrastruktur air baku untuk mencapai target standar nasional sebesar 4,10 m3/dtk melalui rehabilitasi 685 unit bangunan air baku dan jaringan irigasi air tanah sepanjang 50 km yang akan memberikan manfaat bagi daerah-daerah yang rawan banjir dan kekeringan; - Pengelolaan Limbah
Meningkatkan kapasitas layanan penyediaan air untuk ±284.628 hektar areal pertanian yang rawan banjir dan kekeringan melalui pembangunan/rehabilitasi 33 unit daerah irigasi serta 1.158 km jaringan irigasi air permukaan/rawa/tambak sepanjang 1.158 km;
Inisiatif green sukuk di Indonesia telah membuka jalan bagi aliran pembiayaan berkelanjutan melalui pembiayaan proyek hijau. Di sisi lain, CWLS sebagai integrasi keuangan sosial dengan keuangan komersial Islam merupakan bentuk keseriusan pemerintah terhadap keuangan syariah untuk proyek sosial yang berkelanjutan.
Namun, baik green sukuk dan CWLS masih memiliki kelemahan, yakni adanya penebusan pada saat jatuh tempo yang mengharuskan pemerintah mengembalikan dana pokok. Ibu Khairunnisa kemudian mengusulkan sebuah konsep perpetual (dana abadi) pada kedua mekanisme tersebut sebagai alternatif.
Pada skema Perpetual Green CWLS, tanggal jatuh tempo hanya dapat terjadi jika pemerintah/kemenkeu berniat untuk menghentikan mekanisme ini dengan mencairkan dana pokok wakif. Proyek produktif hijau dari BUMN/BUMD akan menjadi underlying asset sekaligus untuk membayar bagi hasil kepada pemerintah/kemenkeu yang kemudian akan didistribusikan ke bank syariah.