Dalam upaya memajukan ekonomi dan keuangan Islam di kawasan ASEAN, INCEIF University, sebagai salah satu institusi terdepan dalam Keuangan Islam global, telah menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Integrating ASEAN Islamic Finance through Academic Collaboration and Knowledge Transformation (IMPACT)”. Acara ini terselenggara berkat kolaborasi strategis antara INCEIF, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Diskusi forum ini melibatkan berbagai asosiasi program studi rumpun ekonomi Syariah, serta dihadiri oleh perwakilan dari beberapa universitas yang menyelenggarakan program studi terkait. Tujuan utama FGD ini adalah untuk mengidentifikasi tantangan sekaligus menggali peluang kolaborasi dalam pengembangan pendidikan ekonomi dan keuangan Islam di kawasan ASEAN.
Semangat sinergi antara Indonesia dan Malaysia menjadi poin kunci dalam diskusi. Dr. Sutan Emir Hidayat, Sekretaris Jenderal IAEI yang sekaligus merupakan Direktur Infrastruktur dan Ekosistem Syariah KNEKS, menekankan bahwa, “Kedua negara mengedepankan upaya kolaborasi dan sinergi dibandingkan dengan kompetisi.”
Menindaklanjuti semangat kerja sama ini, urgensi pembentukan kerangka kerja operasional pun mencuat. Dr. Nurhuda Othman, Director (Interim) i-RISE, ISRA Institute, INCEIF University, menyoroti, “Kami melihat adanya kebutuhan untuk memfokuskan pada pengembangan kerangka kerja operasional tertentu sebagai langkah maju yang penting dalam kolaborasi ini.”
FGD menekankan tantangan di sektor pendidikan. Jurusan Ekonomi Syariah (Eksyar) di berbagai kampus umum masih dinilai menggunakan pola pikir konvensional. Untuk mengatasinya, kurikulum harus dimodernisasi dengan mengintegrasikan aspek kewirausahaan (sejalan dengan peran UMKM di Indonesia) dan teknologi, serta memasukkan topik-topik modern seperti Keuangan Sosial Islam dan isu Tokenisasi aset/sukuk.
Selain itu, disepakati bahwa untuk mencapai efektivitas dalam menjangkau generasi muda, khususnya seperti Generasi Z yang kini menjadi segmen penting, sektor pendidikan harus mengambil langkah strategis. Ini berarti sektor tersebut perlu secara khusus mengatasi tantangan unik yang menyertai generasi tersebut. Generasi Z dikenal memiliki karakteristik yang berbeda dalam hal cara mereka belajar, memproses informasi, dan berinteraksi dengan dunia yang dipengaruhi kuat oleh teknologi digital, media sosial serta adopsi AI.
Oleh karena itu, diperlukan adanya penyesuaian kurikulum dan metode pengajaran agar lebih relevan dan menarik. Tantangan yang perlu ditangani meliputi rentang perhatian yang lebih pendek, kebutuhan akan pembelajaran yang lebih interaktif dan berbasis visual, serta preferensi terhadap pembelajaran yang ringkas dan mudah diakses.
FGD juga menyoroti perlunya menjembatani kesenjangan antara institusi yang sangat berorientasi ekonomi konvensional dengan yang lebih berorientasi syariah, atau perbedaan pandangan di dalam konteks Syariah itu sendiri, yang memungkinkan perlunya mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku atau secara lebih spesifik Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam konteks Indonesia.
Poin utama yang dihasilkan dari FGD ini adalah pentingnya menciptakan harmonisasi kurikulum ekonomi Islam yang berlaku di Indonesia dan Malaysia khususnya, umumnya di negara-negara yang berada di kawasan ASEAN. Upaya ini bertujuan untuk mengatasi masalah 'link and match' dan mengisi peran strategis di industri, pemerintahan, dan universitas, sekaligus meningkatkan kompetensi dosen serta membekali mahasiswa dengan kemampuan berpikir analitis dan pemecahan masalah yang lebih kuat dan akurat.


